Jumat, 27 September 2013

ARMP tolak Raperda Istimewa tentang pertanahan

ALIANSI RAKYAT MENOLAK PENGGUSURAN
Pernyataan Sikap
MARI WUJUDKAN YOGYAKARTA ISTIMEWA TANPA PENGGUSURAN

Selama ini, warga Yogyakarta yang menempati tanah Negara menjalani hidup dalam bayang-bayang ancaman penggusuran. Alasannya, warga yang dianggap menempati tanah SG/PAG, lebih-lebih tanpa surat kekancingan. Di banyak tempat, SG/PAG menjadi masalah, sebagai contoh: di pesisir Kulon Progo (3 kecamatan) warga petani akan digusur karena lahan dan pemukiman milik mereka mau ditambang pasir besi, di Suryowijayan warga sudah mendapat surat kekancingan, tetapi surat itu ditarik kembali dan diberikan kepada pengusaha, dan kami di Parangkusumo yang mencari nafkah sebagai pedagang kecil akan digusur jarena tempat tinggal kami akan dibangun hotel-hotel bertaraf internasional.

Keresahan kami semakin menjadi-jadi karena hari-hari ini digencarkan pendaftaran tanah-tanah SG/PAG. Alasannya, pendaftaran itu merupakan pelaksanaan UU Keistimewaan. Tujuannya, semua tanah akan dijadikan hak milik Kasultanan/Pakualaman. Surat Gubernur DIY kepada Kepala BPN DIY pada 12 November 2012 dan 15 Februari  2013 lalu mengakibatkan proses perpanjangan hak pakai, hak guna bangunan, sertifikasi menjadi hak milik, balik nama karena jual beli atau waris dihentikan sampai semua tanah kembali berstatus SG/PAG.

Hari ini diperingati sebagai Hari lahir UUPA, tetapi bagi rakyat kecil di Yogyakarta, memperingati hari lahir UUPA terasa tidak menggembirakan. Kenapa? Karena UUPA yang seharusnya masih berlaku tidak dipakai di DIY sejak 3 september 2012, sehingga tanah Negara dan jaminan Hak Milik atas tanah nagi warga DIY dihapuskan. Lebih lanjut, ketenangan rakyat kecil di Yogyakarta terganggu karena Perda Istimewa yang mengatur pertanahan sebentar lagi akan disahkan oleh DPRD karena iming-iming dana istimewa yang digunakan untuk membiayai pendaftaran SG/PAG. Perda Istimewa semakin menegaskan bahwa seluruh penduduk Yogyakarta pada akhirnya diposisikan sebagai penyewa tanah Kasultanan/Pakualaman, karena hanya diberi sertifikat hak pakai saja.

Harapan kami, Keistimewaan Yogyakarta diadakan untuk meneladani dan melestarikan kebijakan Sri Sultan HB IX dan PA VIII: Tahta untuk Rakyat, Tanah untuk Rakyat. Namun, kenyataan jauh dari harapan. Sultan HB IX dan PA VIII sudah tegas menghapus SG/PAG pada 1984 lewat Perda DIY No 3/1984, yang merupakan pelaksanaan dari keputusan Presiden 33/1984  dan UUPA. Meskipun UUK disahkan, UUK tidak akan mengubah kenyataan bahwa Sultan HB IX dan PA VIII pernah memberi titah: “hak memakai turun-temurun dengan sendirinya menjadi Hak Milik”  (pasal 10, Perda 5/1954) dan penghapusan Rijksblad 1918 yang menjadi dasar bagi penyebutan SG/PAG (Perda 3/1984).

Kami tetap berjuang agar penggusuran dengan alasan apapun tidak terjadi di DIY, sehingga Yogyakarta benar-benar menjadi istimewa, aman, dan warganya merasa nyaman tanpa ancaman penggusuran, lebih-lebih perampasan hak atas tanah.

24 September 2013

Tembusan :               1) Pemerintah Daerah dan DPRD tingkat I dan II DIY
                                2) Jaringan Forum Komunikasi Masyarakat Agraris (FKMA)
                                3) Jaringan Forum Peduli Tanah Yogyakarta Demi NKRI (FOR PETA NKRI)
                                4) Komnas HAM RI dan Media

                                5) Jaringan masyarakat yang berkepentingan dengan Hak Milik atas Tanah di DIY

Tidak ada komentar:

Posting Komentar