ALIANSI RAKYAT
MENOLAK PENGGUSURAN
Pernyataan Sikap
MARI WUJUDKAN
YOGYAKARTA ISTIMEWA TANPA PENGGUSURAN
Selama ini, warga Yogyakarta yang
menempati tanah Negara menjalani hidup dalam bayang-bayang ancaman penggusuran.
Alasannya, warga yang dianggap menempati tanah SG/PAG, lebih-lebih tanpa surat kekancingan. Di banyak tempat,
SG/PAG menjadi masalah, sebagai contoh: di pesisir Kulon Progo (3 kecamatan)
warga petani akan digusur karena lahan dan pemukiman milik mereka mau ditambang
pasir besi, di Suryowijayan warga sudah mendapat surat kekancingan, tetapi surat itu ditarik kembali dan diberikan
kepada pengusaha, dan kami di Parangkusumo yang mencari nafkah sebagai pedagang
kecil akan digusur jarena tempat tinggal kami akan dibangun hotel-hotel
bertaraf internasional.
Keresahan kami semakin
menjadi-jadi karena hari-hari ini digencarkan pendaftaran tanah-tanah SG/PAG. Alasannya,
pendaftaran itu merupakan pelaksanaan UU Keistimewaan. Tujuannya, semua tanah
akan dijadikan hak milik Kasultanan/Pakualaman. Surat Gubernur DIY kepada
Kepala BPN DIY pada 12 November 2012 dan 15 Februari 2013 lalu mengakibatkan proses perpanjangan
hak pakai, hak guna bangunan, sertifikasi menjadi hak milik, balik nama karena
jual beli atau waris dihentikan sampai semua tanah kembali berstatus SG/PAG.
Hari ini diperingati sebagai Hari
lahir UUPA, tetapi bagi rakyat kecil di Yogyakarta, memperingati hari lahir
UUPA terasa tidak menggembirakan. Kenapa? Karena UUPA yang seharusnya masih
berlaku tidak dipakai di DIY sejak 3 september 2012, sehingga tanah Negara dan
jaminan Hak Milik atas tanah nagi warga DIY dihapuskan. Lebih lanjut,
ketenangan rakyat kecil di Yogyakarta terganggu karena Perda Istimewa yang
mengatur pertanahan sebentar lagi akan disahkan oleh DPRD karena iming-iming
dana istimewa yang digunakan untuk membiayai pendaftaran SG/PAG. Perda Istimewa
semakin menegaskan bahwa seluruh penduduk Yogyakarta pada akhirnya diposisikan
sebagai penyewa tanah Kasultanan/Pakualaman, karena hanya diberi sertifikat hak
pakai saja.
Harapan kami, Keistimewaan
Yogyakarta diadakan untuk meneladani dan melestarikan kebijakan Sri Sultan HB
IX dan PA VIII: Tahta untuk Rakyat, Tanah
untuk Rakyat. Namun, kenyataan jauh dari harapan. Sultan HB IX dan PA VIII
sudah tegas menghapus SG/PAG pada 1984 lewat Perda DIY No 3/1984, yang merupakan
pelaksanaan dari keputusan Presiden 33/1984
dan UUPA. Meskipun UUK disahkan, UUK tidak akan mengubah kenyataan bahwa
Sultan HB IX dan PA VIII pernah memberi titah: “hak memakai turun-temurun dengan sendirinya menjadi Hak Milik” (pasal 10, Perda 5/1954) dan penghapusan
Rijksblad 1918 yang menjadi dasar bagi penyebutan SG/PAG (Perda 3/1984).
Kami tetap berjuang agar
penggusuran dengan alasan apapun tidak terjadi di DIY, sehingga Yogyakarta
benar-benar menjadi istimewa, aman, dan warganya merasa nyaman tanpa ancaman
penggusuran, lebih-lebih perampasan hak atas tanah.
24 September 2013
Tembusan : 1) Pemerintah Daerah dan DPRD tingkat I dan II DIY
2)
Jaringan Forum Komunikasi Masyarakat Agraris (FKMA)
3)
Jaringan Forum Peduli Tanah Yogyakarta Demi NKRI (FOR PETA NKRI)
4)
Komnas HAM RI dan Media
5)
Jaringan masyarakat yang berkepentingan dengan Hak Milik atas Tanah di DIY
Tidak ada komentar:
Posting Komentar