Minggu, 31 Maret 2013

Sepenggal Sebuah Kisah

Ini hanya sepenggal cerita lega rasanya 
Meski hanya sepenggal, 
Tetapi 
cerita ini datang dari 
kengerian yang melaut. 
Duka siksa mati manusia yang
menanggung
pengorbanan yang tiada habisnya
Kini telah kutulis.
Betapa tidak.
Anak manusia
ratusan ribu mati disiksa,
ratusan ribu masuk penjara,
terdampar di pulau buangan,
bergulat dengan tanah hutan
Di bawah ancaman ular sanca.
Ibu mati ayah pun mati,
Ibu dibui ayah pun dibui,
Anak-anak melata sendiri.
Anak gadis diperkosa,
Hamil tak terjaga,
Dihardik anak keparat,
Keluar dari sekolah!
Bedebah! …

Marsinah: Korban Orde Baru, Pahlawan Orde Baru*

Harry Wibowo**
Jasad Marsinah diketahui publik tergeletak di sebuah gubuk berdinding terbuka di pinggir sawah dekat hutan jati, di dusun Jegong, desa Wilangan, kabupaten Nganjuk, lebih seratus kilometer dari pondokannya di pemukiman buruh desa Siring, Porong. Tak pernah diketahui dengan pasti siapa yang meletakkan mayatnya, siapa yang kebetulan menemukkannya pertama kali, dan kapan? Sabtu 8 Mei 1993 atau keesokan hari Minggunya? Seperti juga tak pernah terungkap melalui cara apapun: liputan pers, pencaraian fakta, penyidikan polisi, bahkan para dukun maupun pengadilan, oleh siapa ia dianaya dan di(ter)bunuh? Di mana dan kapan ia meregang nyawa, Rabu malam 5 Mei 1993 atau beberapa hari sesudahnya? Kita cuma bisa berspekulasi dan menduga-duga. Kita memang bisa mereka-reka motif pembunuhan dan menafsirkan kesimpulannya senidri. Tapi kita tak mampu mengungkap fakta-faktanya. Kunci kematiannya tetap gelap penuh misteri hingga kini, walau tujuh tahun berselang.

Jumat, 29 Maret 2013

Gerakan Perempuan Indonesia (GEPARI) & Aliansi Perempuan Difabel Yogyakarta Pernyataan Sikap International Womens Day


International Womens Day (IWD) atau Hari Perempuan Se-Dunia yang diperingati pada tanggal 8 Maret  adalah tonggak sejarah gerakan perempuan terlibat dalam perubahan sosial dunia. Di tahun 1908, sebanyak 15.000 perempuan tumpah ruah di jalan menuntut hak-hak politik perempuan dan hak-hak buruh. Kemudian disetiap tahun, IWD diperingati untuk mengangkat dan memperjuangkan isu-isu perempuan.
Kondisi Perempuan di Indonesia
Kekerasan seksual terhadap perempuan dan difabel di Indonesia meningkat tajam. Hampir setiap hari tidak ada habisnya pemberitaan media selalu tak luput dari kasus ini. Data dari komnas Perempuan, sepanjang tahun 2011, ada 4.377 kasus kekerasan seksual dari total 119.107 kasus kekerasan yang dilaporkan dengan 15 jenis bentuk kekerasan seksual. Artinya setiap hari ada 12 perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual. Dari data tersebut, bisa terbayangkan berapa banyaknya kasus kekerasan seksual yang tidak terlaporkan[1]. Mirisnya, pelaku kekerasan seksual terbanyak adalah kerabat dekat atau orang yang dekat dengan korban. Kemudian Maraknya Peraturan Daerah yang berlandaskan moral dan kayakinan, menjadi hukum pengatur tubuh dan ekspresi perempuan. 207 perda tersebut tersebar di daerah-daerah setelah disahkannya UU Anti Pornografi & Pornoaksi. Cara pandang bahwa perempuan dijadikan sebagai barang atau objek seksual, sehingga segala kehidupannya harus diatur, Tidak hanya dalam bentuk regulasi dan kebijakan, namun terlembaga dalam organisasi masyarakat. Perempuan dikontrol tubuhnya, pergaulannya, pakaiannya, bahkan cara duduk di motor pun diatur dilarang ngangkang[2]. Inilah watak patriarki yang masih ada di masyarakat Indonesia yang didukung oleh berkembangnya konservatisme dan praktek-praktek militerisme (baik yang terlembaga maupun dari masyakarat sipil). Kasus-kasus perkosaan terhadap GERWANI 1965, Marsinah, perempan etnis tianghoa di jakarta, kerusuhan di Aceh, Timor leste, Papua dan Ambon yang melibatkan lembaga militer di negeri ini hingga kini tidak diadili.
Selain itu, Semangat sistem kapitalisme (Modal besar) untuk memprivatisasi dan melepas-tangan   negara dalam penanganan kesejahteraan rakyat berdampak pada kemiskinan yang semakin massal. Kemiskinan di Indonesia berdampak besar pada penindasan terhadap perempuan. Human traffiking, prostitusi, TKW tanpa perlindungan, upah dibayar murah dan tak setara adalah realitas perempuan miskin yang harus rela berkorban untuk menafkahi keluarganya dengan cara yang tinggi risikonya. 6,5 juta perempuan masih buta aksara. Indonesia masih menjadi negara dengan Angka Kematian Ibu dan Anak (AKIA) tertinggi se Asia-Tenggara. Saat ini, pemerintah Indonesia tengah melancarkan program MP3EI yang merupakan program pelancaran arus modal di indonesia dengan membangun infrastruktur-infrastruktur modal. Dampaknya, penggusuran tak terhindarkan. Apalagi di tahun 2011, pemerintah sudah menyiapkan UU Pengadaan Tanah sebagai legitimasi penggusuran lahan msayarakat. Sekarang, negara pun tengah menyiapkan UU anti demokrasi (Intelijen, Kamnas, Ormas) untuk menghalang gerakan apapun yang memprotes kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.
Lalu, Apa Yang Harus Gerakan Perempuan lakukan?
Dari persoalan kekerasan seksual dan feminisasi pemiskinan diatas, negaralah yang diharapkan sebagai struktural kekuasaan yang dapat melindungi perempuan dari ancaman-ancaman tersebut. Namun, sepertinya ekspektasi itu hanyalah harapan yang tinggal harapan. Kita masih ingat jelas statement-statement seksis dan tingkah laku suka poligami para pejabat negara, seperti Fauzi ‘Foke’ Bowo, Marzuki Ali, M Daming Sanusi, Aceng Fikri dan Joko Prasetyo. Bagaimana bisa perempuan indonesia bisa terlindungi, jika respon pemerintah seperti beberapa tokoh pemerintah diatas. Sejak reformasi, hanya UU Anti Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang berhasil di sahkan. Namun bandingkan dengan UU APP dan 207 perda diskriminatif. Padahal, semakin terbuka ruang untuk perempuan berada di parlemen. Partai-partai yang duduk di pemerintahan maupun di legislatif hingga saat ini belum ada yang mewakili kepentingan perempuan.
Butuh gerakan perempuan yang kuat untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan perempuan. Di India, tidak hanya perempuan yang merespon kasus perkosaan, puluh-ribuan masyarakat India keluar rumah membanjiri jalanan menuntut pemerintah. Begitu juga yang terjadi di beberapa negara lainnya. Kasus kekerasan seksual menjadi isu bersama gerakan perempuan dan gerakan rakyat lainnya. Untuk itu Gerakan Perempuan Indonesia (GEPARI) dan Aliansi Perempuan Difabel Yogyakarta mengajak dan menyerukan kepada rakyat Yogyakarta dan Indonesia pada umumnya untuk bersama-bersama memperjuangkan kesetaraan dan kesejahteraan. Di International Womens Day (IWD) kali ini, kami menuntut :
1.       Lawan & tolak segala bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan dan difabel.
2.       Hentikan diskriminasi hukum terhadap perempuan difabel
3.       Hapus UU APP, perkawinan dan 207 perda diskriminatif terhadap perempuan dan difabel.
4.       Berikan Pekerjaan dan upah layak terhadap perempuan tanpa diskriminasi seksual dan fisik
5.       Stop perdagangan perempuan
6.       Cuti haid, hamil, melahirkan dan menyusui sesuai kebutuhan kesehatan perempuan tanpa syarat
7.       Perlindungan bagi buruh Migran
8.       PRT dan pekerja domestik di gaji negara dengan upah layak
9.       Usut tuntas kasus perkosaan Gerwani 1965, Marsinah, Etnis Tianghoa, Ambon, Aceh, Papua dan Timur Leste.
10.   Cabut UU anti demokrasi yang menghambat kesetaraan perempuan.

Kordum
Marsinah Dhede & Novita Winahyu


[1] Lembar fakta catatan tahunan Komnas Perempuan 2011