Senin, 23 Maret 2020

Isolasi Mulutmu, Kelas Menengah!


Social distance/stay at home di tengah Covid-19 nyatanya hanya dapat dirasakan oleh kelas menengah ke atas. Pilihan itu bisa diambil setidaknya bagi mereka yang tak khawatir perutnya kosong jika di rumah seharian.

Bagaimana dengan orang seperti Mamaku, buruh dan seluruh rakyat miskin di Indonesia yang harus keluar rumah setiap subuh dan pulang sore hari agar dapur tetap mengepul? Mereka tak ada perlindungan apapun dari negara.

Apakah ketika mereka mengabaikan anjuran pemerintah untuk tetap di rumah dengan keluar mencari nafkah disebut bebal?

Atau mari kita balik pertanyaannya.

DAMPAK OMNIBUS LAW CIPTA KERJA TERHADAP PEREMPUAN INDONESIA


(Sebuah script wawancara Dema Fisipol UGM)


Bagaimana tanggapan Mba Dhede soal Omnibus Law ini?
Omnibus Law Cipta Kerta, Perpajakan, Ibukota Baru, dan Farmasi adalah sebuah deregulasi oleh rezim yang peruntukkannya tidak untuk menjawab persoalan rakyat saat ini, terlebih perempuan. Konten dalam 4 RUU ini menguntungkan segelintir orang – orang yang memiliki akses modal dan kuasa, sementara rakyat akan menanggung kerugian dari generasi ke generasi.

Jika memang disahkan, apa aja sih dampak yang bisa ditimbulkan oleh RUU Ciker ini terhadap hak pekerja perempuan?
Pertama, hal yang terlihat langsung dalam RUU Ciker adalah cuti haid. Di Omnibus Law cuti haid diperbolehkan. Tapi tidak berbayar. Artinya, upah buruh perempuan akan dipotong karna harus cuti akibat kebutuhan rutinitas kesehatan reproduksinya, sakit menstruasi. Agar tidak dipotong, buruh perempuan harus bekerja tanpa mengajukan cuti di saat haid. Sementara hari pertama haid dan kedua adalah waktu di mana perempuan membutuhkan banyak istirahat, mengganti pembalut, dan mendapatkan asupan nutrisi yang cukup. Sementara ketika bekerja di pabrik, buruh perempuan tidak memiliki keleluasaan untuk ke toilet kapan pun karna aturan yang ketat atau terus diawasi oleh supervisor. Bagi buruh perempuan yang bekerja berdiri atau duduk seharian, ini cukup menggangu kesehatan reproduksinya, akibatnya buruh perempuan berpotensi terserang penyakit seksual dan reproduksi.

Jumat, 06 Juli 2018

Singa Ompong dan Malaikat Kecil Di Semesta Individualis


Rasanya sudah pegal pantatku duduk dikursi roda berjam-jam di bandara Ujung Pandang. Aku penumpang transit hendak lanjut ke Kalimantan. 

“Banjarmasin, Banjarmasin, Banjarmasin” suara petugas gate memanggil penumpang Banjarmasin. Tiba-tiba depan gate 6 penuh dengan kerumunan manusia bertampang cemas dan lelah.

“Ah, belum juga berangkat. Sial! Ini Lion giliran kita yang telat check in, tiket hangus. Lah, kalo giliran mereka delay suka-suka mereka. Bangkek!” maki seorang lelaki paruh baya yang tengah menggendong anak balita perempuan. Matanya menatap tajam, kesal, pada petugas gate itu.

“Maaf, pak. Ini (delay) karena persoalan operasional” laki-laki petugas yang tingginya kira-kira kutaksir lebih tinggi sejengkal dariku mencoba menjelaskan pada pria itu.

Senin, 27 November 2017

PERINGATAN TERAKHIR !

Entah kenapa mereka lebih menggiurkan dibanding kau. 

Kami sering berkelahi, saling memusuhi
Bahkan kadang jika aku tak setuju dengan pikirannya,
dia bisa kulempar begitu saja. 

Lalu suatu saat kutemui ia,
kami mulai dibuai hasrat, 
telanjang, bercumbu, messra, tegan, berkeringat. 
Persetubuhan kami tak benar-benar menyatu.
Pikiranku masih merdeka dan tak sanggup ia taklukkan
Begitu pun dia, isi kepalanya hanya menjadi miliknya. 

Setelah itu kami saling mencampakkan. 
Tapi saling merindu. 
Tentu aku punya ratusan kekasih yang masih terpajang indah di dinding hati.
Mereka akan ikut mengepul bersama asap rokok yang kuhembuskan percuma dari lidahku.
Atau sedikit kutelan, memberi mereka kesempatan meracuni otakku. 

Senin, 02 Oktober 2017

Hidup Macam Apa?



ilustrasi : https://id.pinterest.com/pin/491173903084337659/
Bagaimana rasanya jika indramu tak peka?
Tak peka pada apa yang harus menjadi fungsinya
Tidak. Bukan sebatas fungsi indrawi.
Tapi lebih dari itu.

Mata tak hanya untuk bisa melihat indahnya dunia
Pernahkah kau melihat dunia yang buruk?
Melihat kelaparan
Melihat kematian pada seorang bocah yang mati bukan karena sudah waktunya mati
Tapi terpaksa mati hanya karena untuk sembuh tak bisa dibayar dengan senyum ‘terima kasih’ belaka