Jumat, 27 Januari 2017

MALOYA


(Bagian 2)

2.    Mabari Bualawa


Asap mengepul di tungku dapur. Mutaf, lelaki remaja tengah menambah potongan kayu bakar. Ia merebus air. Di dapur ia tak sendiri. Una sibuk dengan sapu ijuk ditangannya. Membersihkan lantai tanah dari kulit pinang dan sisa kupasan singkong yang dagingnya telah diambil Mina untuk digoreng.

Pagi ini cukup cerah. Langit bersih dari awan putih pun kelabu. Matahari masih malu-malu keluar dari selimut rerimbunan pohon sukun. Empat orang lelaki tampak berlarian kecil masuk ke rumah Mina dan Una. 

“Om, jam berapa tong[1] barangkat” Tanya Ulis. Umurnya 16 tahun, 2 tahun diatas Mutaf. Senyum sumringah dengan gigi putih yang dipamerkan, kontras sekaligus eksotik dari warna kulitnya yang gelap. 

Kamis, 26 Januari 2017

MALOYA[1]

(Bagian I)

1     Pemilik Malam




Terjaga di dini hari adalah kutukan bagi setiap orang! Apalagi hingga menyapa mentari. Mati di dini hari yang basah ialah kemewahan setiap mahkluk hidup selain Paniki[1]. Tapi Paniki rupanya punya sepasang kawan manusia yang acapkali menemaninya di dua per tiga malam. Bagi sepasang manusia kawan paniki itu, dini hari adalah titik awal kehidupan. Modal menghidupi hidup.

Sepasang manusia itu bernama Mina dan Una. Kesamaan antara Paniki, Mina dan Una adalah ketiganya menjadikan dini hari sebagai waktu mempersiapkan nafas esok hari. Namun, mereka begitu berbeda. Paniki ditakdirkan sebagai mahkluk kesayangan tuhan. Ia tidur nyaman jika sang surya mulai menampakan wajahnya. Akan tetapi, si Mina dan Una akan tidur jika mentari nyaris ditelan bumi. Seakan hidupnya ditakdirkan untuk tak tidur. Mereka takkan nyaman dimanja malam.