(Sebuah script wawancara Dema Fisipol UGM)
Bagaimana tanggapan Mba Dhede
soal Omnibus Law ini?
Omnibus Law Cipta Kerta,
Perpajakan, Ibukota Baru, dan Farmasi adalah sebuah deregulasi oleh rezim yang
peruntukkannya tidak untuk menjawab persoalan rakyat saat ini, terlebih
perempuan. Konten dalam 4 RUU ini menguntungkan segelintir orang – orang yang memiliki
akses modal dan kuasa, sementara rakyat akan menanggung kerugian dari generasi
ke generasi.
Jika memang disahkan, apa aja sih
dampak yang bisa ditimbulkan oleh RUU Ciker ini terhadap hak pekerja perempuan?
Pertama, hal yang terlihat langsung dalam RUU Ciker adalah cuti
haid. Di Omnibus Law cuti haid diperbolehkan. Tapi tidak berbayar. Artinya,
upah buruh perempuan akan dipotong karna harus cuti akibat kebutuhan rutinitas
kesehatan reproduksinya, sakit menstruasi. Agar tidak dipotong, buruh perempuan
harus bekerja tanpa mengajukan cuti di saat haid. Sementara hari pertama haid
dan kedua adalah waktu di mana perempuan membutuhkan banyak istirahat,
mengganti pembalut, dan mendapatkan asupan nutrisi yang cukup. Sementara ketika
bekerja di pabrik, buruh perempuan tidak memiliki keleluasaan untuk ke toilet
kapan pun karna aturan yang ketat atau terus diawasi oleh supervisor. Bagi buruh
perempuan yang bekerja berdiri atau duduk seharian, ini cukup menggangu
kesehatan reproduksinya, akibatnya buruh perempuan berpotensi terserang
penyakit seksual dan reproduksi.