Warga Medelen Umbulmartani-Sleman Berbondong-bondong mendatangi Polres Sleman Menuntut adili seberat-beratnya pelaku perkosaan. |
Ratusan warga Medelen Umbulmartani, Sleman menggelar aksi demostrasi
di Mapolres Sleman pada hari Sabtu, 27 April 2013. Dalam aksi ini, warga menuntut
Polres Kabupaten Sleman segera mengadili
seberat-beratnya para pelaku perkosaan dan pembunuhan seorang siswi SMK YPKK
Sleman, RPR (Almarhumah). Massa yang terlibat dalam demostrasi
ini selain dari Keluarga korban, para tetangga, kepala desa setempat dan warga
masyarakat lainnya. Di truk dan mobil
komando yang dibawa massa, terdapat spanduk-spanduk yang bertuliskan “Warga
menuntut hukuman mati untuk seluruh pelaku”. Selain itu, salah satu poster yang
dipegang seorang ibu tertulis “ Pecat polisi yang terlibat”.
Seorang Ibu yang tidak mau menyebutkan namanya, waktu ditanyakan kenapa ikut berpartisipasi dalam aksi ini mengatakan bahwa dirinya dan para warga merasa trauma dan ketakutan dengan kejadian (red : kasus perkosaan dan pembunuhan) tersebut. “Terus terang mbak, sebagai orang tua saya sangat trauma dan khawatir jika tidak diadili (pelakunya) seberat-beratnya, lha anak gadis kami tidak aman lagi, wong ada (salah satu) pelakunya polisi”. Tuturnya.
Pihak Polres Sleman yang ditemui dalam
hearing bersama keluarga dan beberapa lawyer korban mengatakan akan berusaha
transparan dalam pengusutan kasus ini serta akan memberikan hukuman terhadap
pelaku sesuai perannya dalam kasus tersebut. Sementara itu, Ibu Heni, Salah satu
tim advokad korban yang dihubungi via telpon mengatakan kasus ini butuh
pengawalan yang ketat dan butuh tekanan politik yang kuat. Untuk itu, beliau
mengharapkan organisasi dan lembaga perempuan di Yogyakarta turut serta
mengambil peran dalam penanganan kasus ini agar seluruh pelaku yang terlibat
dihukum seberat-beratnya.
Dimana Tempat Aman Untuk Perempuan Terhindar Dari
Perkosaan Dan Kekerasan Seksual?
Kasus ini
sendiri berawal pada 9 April, saat korban diajak temannya untuk makan malam. Setelah
itu korban yang masih berusia 16 tahun diajak ke rumah salah seorang pelaku di
Selomartani Kalasan, Sleman lalu dipaksa minum dan kemudian diperkosa setelah
itu dibunuh kemudian dilanjutkan dengan membakar jenazahnya. Sungguh, sangat mengerikan
dan tidak manusiawi!
Hampir setiap
hari di media cetak maupun elektronik, selalu saja ada Pemberitaan tentang
kasus perkosaan dan kekerasan seksual terhadap perempuan. Pelakunya bukan hanya
dari orang yang tak dikenal, tetapi juga dari orang dekat (keluarga, guru, dll).
Bahkan yang paling mengerikan, dilakukan oleh aparat Negara. Tentu kita masih
ingat kasus perkosaan yang korbannya adalah seorang tahanan perempuan yang
terjadi di Lapas wanita Polres Poso yang dilakukan oknum polisi anggota satuan
Narkoba. Ini jelas mencerminkan perempuan Indonesia dimanapun ia berada tidak
ada jaminan hukum atas keselamatan dan keamanan dirinya terhindar dari berbagai
bentuk kekerasan dan kejahatan seksual. Dari ruang privat, ruang publik hingga
di tempat yang konon katanya dilindungi Negara pun rentan dengan perkosaan dan
kekerasan seksual lainnya. Di Yogyakarta, selain kasus yang terjadi di Kalasan,
perkosaan anak bawah umur dilakukan juga oleh oknum polisi anggota Polsek
Pakualaman.
Dari catatan
tahunan Komnas Perempuan 2012, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan meningkat
setiap tahun. Di tahun 2011 kasus
kekerasan seksual terhadap perempuan naik menjadi 119.107 kasus. Itupun yang
terlaporkan. Bisa dibayangkan dalam
sehari berapa perempuan yang menjadi korban. Tentu kita bersepakat bahwa
penyebab utama dari maraknya kasus-kasus ini adalah budaya patriarki yang
menganggap perempuan sebagai objek seksual. Budaya buruk ini tidak hanya terpelihara dan terlembaga
dalam institusi agama dan tradisi masyarakat, namun menjadi kebijakan-kebijakan
dalam pemerintahan dan sistem kapitalisme (baca: industri pornografi, trafficking,
dll) yang dianut negeri ini.
Mari Melawan Lebih! Perkosaan Harus Menjadi
Masalah Seluruh Rakyat Indonesia.
Sudah menjadi rahasia umum hukum di negeri ini masih tidak
berperspekif korban. Seringkali korban diinterogasi dalam penyidikan dengan
pertanyaan-pertanyaan seksis dan menyudutkan bahkan hingga berlanjut dalam sidang-sidang.
Sehingga korban akhirnya berkali-kali
menjadi korban, yang makin menambah sakit dan traumanya. Pasca reformasi, Inpres 9/2000 tentang Pengarusutamaan Gender, UU Anti
Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang berhasil di sahkan sejak tahun 2004, UU PTPPO
(Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang), namun 3 UU yan positif ini ternyata
tidak bisa mencegah munculnya UU dan peraturan daerah yang diskriminatif dan
seksis di Indonesia. Setelah disahkan UU tentang Pornografi, menjadi embrio
menjamurnya perda-perda anti perempuan yang saat ini tercatat sebanyak 282
perda tersebar di Indonesia. Walau begitu, tentu
perlu dan butuh Advokasi litigasi tetap harus dilakukan. Namun memperkuat action non litigasi juga menjadi hal
penting.
Aksi 'Rok Mini' di Bundaran HI Jakarta Melawan perkosaan dan statemen-statemen seksis para pejabat |
Di India,
kasus perkosaan yang dilakukan gang rape
terhadap mahasiswi kedokteran berujung pada demonstrasi besar-besaran oleh
puluhan ribu rakyat India. Di Mesir, statemen seksis seorang ulama ditanggapi
dengan demonstrasi para perempuan yang turun kejalan sambil membawa pisau
dapur.
Kita harus
melawan lebih. Berani, dan menyebarluaskan kemarahan atas kejahatan dan
kekerasan seksual terhadap perempuan. Menuntut Jaminan atas keamanan dan
keselamatan dalam hukum, menghapuskan patriarki dan system menindas perempuan akan
menjadi sulit tanpa keberanian dan persatuan gerakan perempuan dan seluruh
gerakan rakyat lainnya. Mari melawan lebih!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar