Senin, 29 April 2013

Liputan: Warga Medelan Melawan Perkosaan, Langkah Maju Perjuangan Melawan Perkosaan

Warga Medelen Umbulmartani-Sleman
Berbondong-bondong mendatangi Polres Sleman
Menuntut adili seberat-beratnya pelaku perkosaan.

Ratusan warga Medelen  Umbulmartani, Sleman menggelar aksi demostrasi di Mapolres Sleman pada hari Sabtu, 27 April 2013. Dalam aksi ini, warga menuntut  Polres Kabupaten Sleman segera mengadili seberat-beratnya para pelaku perkosaan dan pembunuhan seorang siswi SMK YPKK Sleman, RPR (Almarhumah). Massa yang terlibat dalam demostrasi ini selain dari Keluarga korban, para tetangga, kepala desa setempat dan warga masyarakat lainnya.  Di truk dan mobil komando yang dibawa massa, terdapat spanduk-spanduk yang bertuliskan “Warga menuntut hukuman mati untuk seluruh pelaku”. Selain itu, salah satu poster yang dipegang seorang ibu tertulis “ Pecat polisi yang terlibat”.  


Seorang Ibu yang tidak mau menyebutkan namanya, waktu ditanyakan kenapa ikut berpartisipasi dalam aksi ini mengatakan bahwa dirinya dan para warga merasa trauma dan ketakutan dengan kejadian (red : kasus perkosaan dan pembunuhan) tersebut. “Terus terang mbak, sebagai orang tua saya sangat trauma dan khawatir jika tidak diadili (pelakunya) seberat-beratnya, lha anak gadis kami tidak aman lagi, wong ada (salah satu) pelakunya polisi”. Tuturnya.

Pihak Polres Sleman yang ditemui dalam hearing bersama keluarga dan beberapa lawyer korban mengatakan akan berusaha transparan dalam pengusutan kasus ini serta akan memberikan hukuman terhadap pelaku sesuai perannya dalam kasus tersebut. Sementara itu, Ibu Heni, Salah satu tim advokad korban yang dihubungi via telpon mengatakan kasus ini butuh pengawalan yang ketat dan butuh tekanan politik yang kuat. Untuk itu, beliau mengharapkan organisasi dan lembaga perempuan di Yogyakarta turut serta mengambil peran dalam penanganan kasus ini agar seluruh pelaku yang terlibat dihukum seberat-beratnya.

Dimana Tempat Aman Untuk Perempuan Terhindar Dari Perkosaan Dan Kekerasan Seksual?
Kasus ini sendiri berawal pada 9 April, saat korban diajak temannya untuk makan malam. Setelah itu korban yang masih berusia 16 tahun diajak ke rumah salah seorang pelaku di Selomartani Kalasan, Sleman lalu dipaksa minum dan kemudian diperkosa setelah itu dibunuh kemudian dilanjutkan dengan membakar jenazahnya. Sungguh, sangat mengerikan dan tidak manusiawi!

Hampir setiap hari di media cetak maupun elektronik, selalu saja ada Pemberitaan tentang kasus perkosaan dan kekerasan seksual terhadap perempuan. Pelakunya bukan hanya dari orang yang tak dikenal, tetapi juga dari orang dekat (keluarga, guru, dll). Bahkan yang paling mengerikan, dilakukan oleh aparat Negara. Tentu kita masih ingat kasus perkosaan yang korbannya adalah seorang tahanan perempuan yang terjadi di Lapas wanita Polres Poso yang dilakukan oknum polisi anggota satuan Narkoba. Ini jelas mencerminkan perempuan Indonesia dimanapun ia berada tidak ada jaminan hukum atas keselamatan dan keamanan dirinya terhindar dari berbagai bentuk kekerasan dan kejahatan seksual. Dari ruang privat, ruang publik hingga di tempat yang konon katanya dilindungi Negara pun rentan dengan perkosaan dan kekerasan seksual lainnya. Di Yogyakarta, selain kasus yang terjadi di Kalasan, perkosaan anak bawah umur dilakukan juga oleh oknum polisi anggota Polsek Pakualaman.

Dari catatan tahunan Komnas Perempuan 2012, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan meningkat setiap tahun.  Di tahun 2011 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan naik menjadi 119.107 kasus. Itupun yang terlaporkan. Bisa dibayangkan dalam  sehari berapa perempuan yang menjadi korban. Tentu kita bersepakat bahwa penyebab utama dari maraknya kasus-kasus ini adalah budaya patriarki yang menganggap perempuan sebagai objek seksual. Budaya buruk  ini tidak hanya terpelihara dan terlembaga dalam institusi agama dan tradisi masyarakat, namun menjadi kebijakan-kebijakan dalam pemerintahan dan sistem kapitalisme (baca: industri pornografi, trafficking, dll) yang dianut negeri ini.

Mari Melawan Lebih! Perkosaan Harus Menjadi Masalah Seluruh Rakyat Indonesia.
Sudah menjadi rahasia umum hukum di negeri ini masih tidak berperspekif korban. Seringkali korban diinterogasi dalam penyidikan dengan pertanyaan-pertanyaan seksis dan menyudutkan bahkan hingga berlanjut dalam sidang-sidang. Sehingga korban akhirnya  berkali-kali menjadi korban, yang makin menambah sakit dan traumanya. Pasca reformasi, Inpres 9/2000 tentang Pengarusutamaan Gender, UU Anti Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang berhasil di sahkan sejak tahun 2004, UU PTPPO (Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang), namun 3 UU yan positif ini ternyata tidak bisa mencegah munculnya UU dan peraturan daerah yang diskriminatif dan seksis di Indonesia. Setelah disahkan UU tentang Pornografi, menjadi embrio menjamurnya perda-perda anti perempuan yang saat ini tercatat sebanyak 282 perda tersebar di Indonesia. Walau begitu, tentu perlu dan butuh Advokasi litigasi tetap harus dilakukan. Namun memperkuat action non litigasi juga menjadi hal penting.

Aksi 'Rok Mini' di Bundaran HI Jakarta Melawan perkosaan
dan statemen-statemen seksis para pejabat
Sebuah apresiasi harus kita haturkan kepada warga Medelen Umbulmartani, kalasan-Sleman yang sudah dengan sadarnya mau terlibat melawan perkosaan. Ini adalah sebuah langkah maju, bahwa perkosaan dan segala bentuk kekerasan seksual telah menjadi keresahan dan masalah bagi rakyat. Bahwa perkosaan menjadi terror menakutkan yang harus dilawan. Ini menjadi penting gerakan perempuan terus mendukung dan terlibat aktif dalam memperluas kampanye dan dukungan ke seluruh gerakan dan lapisan rakyat Indonesia. Sehingga kejahatan seksual tidak hanya menjadi persoalan beberapa lembaga dan organisasi perempuan saja, tetapi mengakumulasi menjadi kemarahan seluruh rakyat Indonesia.

Di India, kasus perkosaan yang dilakukan gang rape terhadap mahasiswi kedokteran berujung pada demonstrasi besar-besaran oleh puluhan ribu rakyat India. Di Mesir, statemen seksis seorang ulama ditanggapi dengan demonstrasi para perempuan yang turun kejalan sambil membawa pisau dapur.

Kita harus melawan lebih. Berani, dan menyebarluaskan kemarahan atas kejahatan dan kekerasan seksual terhadap perempuan. Menuntut Jaminan atas keamanan dan keselamatan dalam hukum, menghapuskan patriarki dan system menindas perempuan akan menjadi sulit tanpa keberanian dan persatuan gerakan perempuan dan seluruh gerakan rakyat lainnya. Mari melawan lebih!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar