“Aku hendak merebut kemerdekaanku;
Aku ingin dan aku harus berperang untuk
kemerdekaanku”
(Kartini, 1900)
"Mari, wahai perempuan, gadis-gadis muda, bangkitlah, mari kita bergandeng-tangan, dan bekerja bersama, untuk mengubah Keadaan yang tidak tertahankan ini" (Kartini, 23 Agustus 1900) |
32 tahun pemikiran dan cita-cita
perjuangan Kartini diputarbalikkan oleh Orde Baru, Soeharto. Sosok Perempuan Kartini
yang sejatinya berkehendak dan memberontak pada budaya yang mengukung kebebasannya
sebagai Manusia yang merdeka serta memikirkan kondisi nasib bangsanya yang
terjajah oleh Kolonialisme dihilangkan total dan diganti dengan “Ibu-isme” ala
Soeharto. Kekritisannya dikaburkan dengan perayaan lomba rias, kebaya,
masak-memasak yang tentu sangat jauh dari Perjuangan Kartini itu sendiri, peringatan
seremonial itu dibuat seakan-akan Kartini mendukung domestikasi perempuan. Kartini
adalah seorang pemula yang mendobrak dan melawan budaya feodal penghambat
kemajuan perempuan Indonesia. Saat belum ada orang bicara tentang persoalan-persoalan
perempuan, ia telah marah dalam cerita surat-suratnya kepada sahabatnya,
Stella. Tidak berlebihan jika mengapresiasikan perjuangannya, luar biasa,
karena hidup dijaman dimana perempuan tidak diperbolehkan berpendidikan bahkan hanya
untuk sekedar tertawa bebas. Ia bahkan sangat marah ketika melihat kondisi
bangsanya yang sengsara dijajah kolonialisme. Saat ini, sungguh sedikit
perempuan Indonesia mengetahui perjuangannya.
Untuk itu, penting bagi gerakan
perempuan kembali membongkar kebohongan-kebohongan sejarah yang dibuat penguasa
selama ini pada perjuangan Kartini. Kembali menyerukan membaca surat-surat
Kartini, melihat kembali dengan kritis apa yang dikehendakinya, dan tentu
meneruskan perjuangannya adalah hal yang penting melawan mainsteam yang telah
mengakar selama ini. Jadikan semangat perjuangan dan cita-cita Kartini untuk
melawan Human traffiking, upah murah, perkosaan, pelecehan seksual, genosida,
UU dan perda diskriminatif serta pemiskinan struktural yang disebabkan oleh
Kapitalisme, Patriarki dan Militerisme.
Minggu, 21 April 2013 pukul 18.00,
di Depan Gedung Agung – Yogyakarta, kami dari berbagai organisasi dan komunitas
serta individu-individu di Yogyakarta, menggelar “Malam Untuk Kartini : Membaca Surat-surat Kartini dan Melanjutkan
Perjuangan Kemerdekaan Perempuan”. Agenda ini kami gelar tanpa Sanggul,
Kebaya, masak-memasak atau rias-rias-an ala Orde-Baru. Kami Menentangnya! Ya,
melanjutkan perjuangannya, melawan kekerasan seksual dan pemiskinan terhadap
perempuan adalah kepentingan kami. Perjuangan gerakan perempuan semakin berat. Kartini sudah memulai, mari kita lanjutkan
perjuangannya.
Selamat Hari Kartini
Untuk Seluruh Perempuan Indonesia yang tidak diam pada segala bentuk
penindasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar