Nyanyian malam itu ku rindu
“Jangan ada jarak diantara kita, nanti ada dusta”
Begitulah sepotong syair menina-bobokan ku dalam pelukanmu
Rambutku yang berantakan, dengan hati-hati kau rapikan
Segelas teh panas di pagi hari telah tersedia,
mengantarkanku ke sekolah
Senyum manismu dari atas genteng rumah menyambutku
“Bagaimana sekolahmu hari ini, sayang?”
Jadilah kakak, jadilah yang terdepan, jadilah dewasa jadilah
pemimpin
Itulah pesan didikanmu seiring bertambah usiaku.
Susah, sedih, duka, kau libatkan aku sedari balita
Sebab itu lah aku paham kau tengah mengajarkanku tentang
dunia
Papa..
Kehidupan asmaramu indah
Aku pun cemburu dan iri melihat cintamu pada sang kekasihmu,
Sang Mama
Memang, Kau tak lah sempurna. Kadang cemburu, ngambek, mau
diperhatiin kekasihmu
Tapi itulah keindahan cinta Kalian
Kamu pernah memarahiku
Pernah kita tak bertegur sapa selama 2 hari
Kau biarkan aku bingung mencari cara minta maaf padamu
Ahh,, Sungguh, tak akan ku ulangi hal itu lagi
Disaat teman-temanku takut dengan papa mereka
Aku punya papa sekaligus teman
Disaat aku tak punya kawan berdiskusi
Aku punya papa yang luar biasa memberikan waktunya untukku
Papaku bukanlah Pramoedya atau aktivis kiri
Bagiku Ia adalah Sang Revolusioner jauh sebelum aku tahu
Sosialisme
Betapa tidak, Papa adalah manusia pertama yang menggugat ‘Kemahasiswaanku’
Tatkala aku takut berpanas-panasan, sementara demostrasi massa
membanjiri jalanan kota
Tatkala diskusiku hanya pengajian moral dan keyakinan,
sementara BBM terus naik
Papa membongkar hingga ke akar-akar otak ku yang terlalu
kaku pada halal-haram metafisik
Papa lah yang mengorganisirku..
Papa..
Ingatanku masih kuat..
Malam itu, tekadku telah bulat. Berhenti berorganisasi!!
Sebab boikot kampus berakibat selang infus menusuk di kiri
pergelangan tangganmu
Tangisku tak reda, hijau-hitam yang ku pikir kawan juang
kabur entah kemana
Sementara tekanan birokrasi tak henti-henti
Kau terjaga, selang infus kau cabut
“Hapus air matamu, ayo kita pulang”
Kebingunganku terjawab, ternyata Kau begitu mendukungku
“Jika kamu yakin dengan kebenaran, maka berhenti adalah
kejahatan”
Tak ada syarat berhenti berjuang, jika semua Papa di dunia
ini seperti-Nya, kata seorang kawanku
Tak ku pungkiri itu.
Sore itu, barang-barang telah ku packing..
Kau dan kekasihmu, duduk diseberang sambil menatap sayu
padaku
“Jangan lama-lama, Aku tak tahan sendiri tanpamu” Katamu membelah
kesunyian
Ku peluk kau dan kekasihmu, kurasakan tanganmu memelukku
seakan tak ingin lepas
Papa..
Kau energiku..
Kau adalah Sang Cinta
Sang Revolusioner yang
mengorganisirku..
Sungguh, Aku rindu Kau dan Kekasihmu..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar