Minggu, 13 Mei 2012

Berita International Womens Day 2012 di Yogyakarta

Momentum hari perempuan internasional yang diperingati setiap tanggal 8 Maret dianggap bertolak belakang dengan nasib perempuan yang masih memprihatinkan. Indonesia bahkan dituding menjadi salah satu negara yang gagal melindungi dan mensejahterakan kaum perempuan.

Fenomena inilah yang menggugah puluhan perempuan yang tergabung dalam Gerakan Perempuan Indonesia (Gepari) untuk melakukan aksi menuntut kesetaraan dan kesejahteraan kaum perempuan. Aksi dimulai dari kawasan parkir abu bakar ali menuju kawasan titik nol Yogyakarta, Kamis (8/3).

Koordinator aksi, Fatum Ade menuturkan, di berbagai negara termasuk Indonesia, hari perempuan internasional diperingati setiap tahun. Akan tetapi, perempuan masih saja tertindas dan mengalami ketidakadilan di berbagai sektor. Bahkan kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang menimpa perempuan semakin hari semakin meningkat.

"Perempuan menjadi objek yang paling rentan menerima tindak kekerasan dan ketidakadilan. Bahkan kebijakan
di berbagai sektor khususnya pekerjaan, tidak memberikan keberpihakan pada perempuan. Banyak perusahaan yang tidak mengijinkan cuti haid, hamil dan reproduksi. Pelecehan seksual di lingkungan kerja juga masih terus terjadi," tuturnya.


Nasib kaum perempuan, lanjutnya, semakin terpojokkan dengan adanya berbagai kebijakan pemerintah yang diskriminatif. Salah satunya adalah kasus perkosaan yang diatur dalam KUHP, masih menjadi satu pasal dalam bab kesusilaan. Padahal kasus tersebut murni kriminal.

"Kebijakan pemerintah lain yang makin memperburuk nasib perempuan adalah rencana kenaikan BBM. Langkah tersebut otomatis akan menimbulkan penindasan dan kemiskinan dengan upah buruh murah dan pekerja yang mayoritas perempuan akan semakin menderita," tegasnya.

Pihaknya menuntut, hari perempuan internasional ini bisa dijadikan satu momentum bagi pemerintah untuk memberikan jaminan hukum dan perlindungan bagi perempuan. Pemerintah juga diminta untuk mencabut berbagai aturan dan kebijakan yang diskriminatif.

"Perempuan berhak untuk memperoleh kesetaraan dan kesejahteraan di berbagai sektor. Termasuk jaminan pendidikan, kesehatan, dan perlindungan dalam pekerjaan maupun kesempatan untuk berpolitik," tandasnya.(krjogja.com)


sumber : http://www.kotajogja.com/berita/index/Peringatan-Hari-Perempuan-Internasional-di-Yogyakarta

Danar Widiyanto, Yogya - Cita-cita diartikulasikan selama momentum Hari Perempuan Internasional (Hari Perempuan Internasioanl), yang diperingati setiap tahun pada tanggal 8 Maret, benar-benar bertentangan dengan realitas kehidupan perempuan di Indonesia. Bahasa Indonesia juga merupakan salah satu dari sedikit negara di mana pemerintah gagal melindungi atau memberikan kesejahteraan bagi perempuan.
Ini adalah fenomena yang nilai terinspirasi perempuan dari Gerakan Wanita Indonesia (Gerakan Perempuan Indonesia, Gepari) di Jawa Tengah kota Yogyakarta untuk mengadakan aksi menuntut kesetaraan dan kesejahteraan bagi perempuan pada hari Kamis tanggal 8 Maret. Aksi ini dimulai di sekitar area parkir Abu Bakar Tengah Yogyakarta kemudian melanjutkan ke titik nol di kantor pos pusat.
Koordinator aksi Fatum Ade mengatakan bahwa setiap tahun diperingati Hari Perempuan Internasioanl di banyak negara, termasuk Indonesia. Tapi perempuan masih tertindas dan ketidakadilan pengalaman di berbagai sektor. Selain insiden kekerasan seksual dan pelecehan yang menimpa perempuan yang meningkat dari hari ke hari.
"Perempuan adalah seseorang yang paling rentan terhadap kekerasan dan ketidakadilan Selain itu kebijakan di sejumlah sektor, terutama tempat kerja, tidak memberikan dukungan apapun untuk wanita.. Banyak perusahaan tidak mengizinkan [perempuan untuk mengambil] biarkan selama menstruasi, kehamilan atau melahirkan. Pelecehan seksual di lingkungan kerja masih terus terjadi ", katanya.
Kualitas hidup perempuan, lanjut Ade, semakin dibatasi oleh kebijakan pemerintah yang diskriminatif. Salah satunya adalah perkosaan sebagaimana diatur dalam KUHP, di mana masih ada hanya satu artikel di bawah bab tentang moralitas. Namun perkosaan jelas kejahatan.
"Kebijakan pemerintah lain yang akan memperburuk kualitas hidup perempuan adalah kenaikan BBM direncanakan Harga [April] Langkah ini secara otomatis akan menimbulkan penindasan dan kemiskinan bagi para pekerja rendah dilancarkan dan karyawan,. Yang sebagian besar adalah perempuan yang akan menderita bahkan lebih ", jelasnya.
Gepari menuntut bahwa Hari Perempuan Internasioanl digunakan sebagai momentum bagi pemerintah untuk memberikan jaminan hukum dan perlindungan bagi perempuan. Kelompok ini juga meminta pemerintah untuk mencabut peraturan diskriminatif dan kebijakan.
"Perempuan memiliki hak untuk mendapatkan kesetaraan dan kemakmuran di berbagai sektor. Termasuk jaminan pendidikan, kesehatan dan perlindungan di tempat kerja, serta peluang untuk terlibat dalam politik", ia menegaskan. (Aie)


JOGJA - Puluhan orang yang tergabung dalam Gerakan Perempuan Indonesia (Gepari) memperingati Hari Perempuan Internasional yang jatuh hari kemarin (8/3). Peringatan itu diisi dengan aksi unjuk rasa dan longmarch dari Taman Parkir Abubakar Ali sampai Titik Nol Kilometer.

Dalam aksi tersebut, Gepari menyampaikan sejumlah tuntutan kepada pemerintah yang dinilai gagal melindungi perempuan di Indonesia. Mereka juga mengaggap negara gagal menyejahterakan kaum perempuan. Fatum Ade, koordinator umum aksi kemarin mengatakan, kegagalan negara dalam menyejahterakan perempuan dilihat dari pengungkapan kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi pada perempuan. Selama 13 tahun belakangan, Komnas Perempuan mencatat, kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia mencapai 93.960 kasus. 
’’Ironisnya, sebanyak 70.155 kasus pelakunya adalah orang-orang terdekat korban, dan sisanya terjadi di luar rumah,’’ terang perempuan yang akrab disapa Dede di sela aksi kemarin.

Sementara Rifka Annisa, sebuah LSM di Jogja yang concern pada masalah-masalah perempuan, menyebutkan, selama 2011, terdapat 43 kasus perkosaan yang tersebar merata di kabupaten dan kota di DIJ. Selain itu, rendahnya tingkat pendidikan perempuan memaksa mereka terjun ke pekerjaan yang merendahkan dirinya. Seperti menjadi pekerja seks. Itu terjadi di Parangtritis, Bantul. 

’’Sementara di Kulonprogo, tingginya perkawinan dini menyebabkan kematian ibu meningkat. Ini ditunjang dengan ketidakpahaman perempuan pedesaan tentang kesehatan reproduksinya,’’ ujar Fatum.

Ketidakadilan yang dilakukan negara terhadap perempuan, kata Fatum, diperparah dengan sikap anggota dewan yang melarang perempuan berpakaian mini di lingkungan kerja mereka. ’’Lagi-lagi perempuan dijadikan kambing hitam atas perilaku asusila yang dilakukan kaum pria,’’ tegasnya. 

Dia mempertanyakan alasan dewan yang kontroversial tersebut. ’’Seharusnya mereka (DPR) membuat undang-undang yang memberikan perlindungan kepada perempuan. Dalam arti, menjerat seberat-beratnya siapa saja yang melakukan kekerasan kepada kaum perempuan,’’ kritik dia.

Fadum menambahkan, watak patriarki di masyarakat dan pernyataan para elite politik yang masih menganggap tubuh perempuan sebagai biang keladi kekerasan seksual ini diamini daerah-daerah. Itu terlihat dari munculnya ratusan peraturan daerah, undang-undang, dan kebijakan yang diskriminatif terhadap perempuan. 

Hingga 2011, tercatat 207 buah perda yang tersebar di daerah-daerah di Indonesia diskriminatif kepada perempuan. ’’Keterlibatan perempuan dalam parlemen bertambah sejak pascareformasi. Tapi mengherankan, undang-undang dan perda yang diskriminatif terhadap perempuan semakin bertambah besar di Indonesia,’’ sesal dia. (bhn/abd)


Masih kurangnya perhatian masyarakat terhadap kaum permpuan maka dalam rangka   Momentum hari perempuan internasional yang diperingati setiap tanggal 8 maret ini maka pemerintah masih  kurang  melindungi dan mensejahterakan kaum perempuan.
Gerakan Perempuan Indonesia (Gepari) DIY  melakukan aksi meminta agar  kesetaraan dan kesejahteraan kaum perempuan lebih diperhatikan

Aksi gepari ini  yang diikuti puluhan perempuan dan berakhir kawasan titik nol Yogyakarta, Kamis (8/3).
Manurut Koordinator aksi, Fatum Ade  di berbagai negara termasuk Indonesia, hari perempuan internasional diperingati setiap tahunnya nayata masih banyak terjadi  kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang menimpa perempuan.
“Perempuan menjadi objek yang paling rentan menerima tindak kekerasan dan ketidakadilan dan Pelecehan seksual di lingkungan kerja juga masih terus terjadi ,tidak memberikan keberpihakan pada perempuan. Banyak perusahaan yang tidak mengijinkan cuti haid, hamil dan reproduksi.” tuturnya.
Diharapkan hari perempuan internasional ini bisa dijadikan satu momentum bagi pemerintah untuk memberikan jaminan hukum dan perlindungan bagi perempuan. Harap Fatum ade
Sumber :
Yogyakarta - Perayaan Hari Perempuan Internasional (Hari Perempuan Internasioanl) di Jawa Tengah kota Yogyakarta pada hari Kamis ditandai dengan aksi protes oleh ratusan perempuan dari Gerakan Wanita Indonesia (Gerakan Perempuan Indonesia, Gepari) menyuarakan tuntutan mereka atas dasar yang Yogyakarta Daerah Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD).

Para pengunjuk rasa mengatakan bahwa negara telah gagal memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi perempuan. Indikasi ini dapat dilihat dari berbagai hal, dari banyak kasus hukum yang menimpa perempuan untuk masalah upah yang rendah.

Koordinator aksi Fatum Ade mengatakan bahwa meskipun jumlah perempuan di parlemen meningkat, pemberlakuan undang-undang yang diskriminatif terhadap perempuan telah berkembang jumlahnya. "Setiap Hari Perempuan tahun diperingati di seluruh dunia. Tapi di negara kita, perempuan masih menemukan bahwa menjadi korban penindasan dan ketidakadilan", katanya.

Kondisi ini, yang perempuan kotak ke sudut, disebabkan oleh sebuah negara yang menganut sistem kapitalis. Ada banyak efek negatif yang pada akhirnya harus ditanggung oleh perempuan seperti pelanggaran terhadap hak untuk berangkat menstruasi, kehamilan dan melahirkan.

"Kaum kapitalis mengambil keuntungan dari situasi untuk mendapatkan perempuan pekerja dengan upah rendah. Mereka juga rentan terhadap PHK karena perempuan tidak dianggap sebagai pencari nafkah utama [dalam keluarga]", ia menegaskan.

Ketika menghadapi hukum, terutama dalam kaitannya dengan kasus kekerasan seksual, perempuan sering kotak ke sudut. Di bawah hukum pidana, pemerkosaan yang masih tertutup dalam sebuah artikel di bawah bab tentang moralitas. Namun perkosaan jelas kejahatan.

"Artinya pemerkosa dianggap sebagai orang yang bertindak tidak bermoral kasus Perkosaan harus disediakan untuk di bawah bab tersendiri yang berisi artikel dan hukum yang lebih eksplisit.", Jelasnya.

Aksi yang diikuti oleh aktivis dari sejumlah kelompok yang berbeda, berjalan secara tertib. Para demonstran memulai aksi di Abu Bakar Ali Park kemudian berangkat menuju kantor pos pusat. Ada keamanan sedikit jelas selama perjalanan dan arus lalu lintas di daerah perbelanjaan Malioboro terus mengalir lancar. (Amelia Hapsari/CN34/JBSM)


Kekerasan seksual, diskriminasi di tempat kerja mendominasi reli Hari Perempuan Internasioanl Bahasa Indonesia

Memperingati Hari Perempuan Internasional, aktivis dan pekerja turun ke jalan di seluruh Indonesia pada 8 Maret untuk menuntut kesetaraan dan mengakhiri kekerasan seksual terhadap perempuan. Pelecehan seksual di tempat kerja hukum dan diskriminatif juga tema utama di banyak reli.

Kekerasan seksual

Aksi juga dilakukan untuk membangun hingga Hari Perempuan Internasioanl. Pada tanggal 4 Maret aktivis dari National Wanita Gratis Komite ( KNPM ) menggelar mimbar bebas di bundaran Hotel Indonesia di Jakarta Pusat. Aksi juru bicara dan koordinator nasional KNPM Dian Novita mengatakan bahwa pemerintah mengabaikan kasus-kasus kekerasan seksual dan negara karena itu terlibat dalam pemerkosaan terhadap wanita. "Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengabaikan resolusi kasus perkosaan, demikian pula parlemen telah memungkinkan pelecehan seksual terhadap perempuan terjadi", kata Novita Seruu.com .

Hari Perempuan Internasioanl demonstrasi di Yogyakarta - Maret 8, 2012
Menurut KNPM, ada 4845 kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap perempuan di 1998-2010.Lebih dari tiga perempat ini dilakukan oleh orang-orang dekat korban seperti ayah, suami, kakak, paman, kakek dan pacar. "Ini membuat kita menyadari bahwa bahkan berada bersama orang-orang yang terdekat kita tidak menjamin bahwa perempuan dapat menghindari insiden kekerasan seksual", katanya kepada Pelita online .
KNPM mengatakan pelecehan seksual dan pemerkosaan juga berlangsung di tempat umum, para pelaku termasuk saudara dekat, sopir angkutan, selebriti, pejabat pemerintah dan politisi. Menurut polisi Jakarta Metro Jaya daerah, telah terjadi peningkatan kasus perkosaan pada transportasi publik kota, naik dari sekitar 60 kasus pada tahun 2010 menjadi 68 di 2011.
Novita mengatakan hal ini diperburuk oleh undang-undang diskriminatif. "Dalam Pasal 285 KUHP, perkosaan didefinisikan hanya sebagai hubungan seksual paksa (penetrasi organ seksual), ada yang lain, dan karena ini menciptakan kesulitan dalam penuntutan kasus perkosaan", Novita mengatakan kepada News Tribune .
Tempo.com juga melaporkan bahwa pada tanggal 6 Maret aktivis dari Wanita Keadilan Forum (FKP) - aliansi dari sekitar 30 kelompok perempuan termasuk KNPM - terdistribusi sekitar 500 stiker bertuliskan "Hentikan perkosaan dan pelecehan seksual" di bis kota dan kendaraan angkutan umum di Jakarta Timur, daerah di mana banyak kasus kekerasan seksual terjadi pada kendaraan transportasi umum.

Tempat Kerja diskriminasi

Hari Perempuan Internasioanl diperingati di beberapa kota besar pada tanggal 8 Maret. Sekitar 60 perempuan dari Jawa Barat Daerah Komite Perempuan (KPR) ditandai Hari Perempuan Internasioanl di Jawa Barat ibu kota Bandung dengan unjuk rasa di kantor gubernur menuntut kesetaraan seksual dan bagi pemerintah untuk melindungi perempuan dari kekerasan seksual. "Masih ada perempuan yang dilecehkan. Kami menuntut keamanan di mana pun kita mungkin ", KPR ketua Nurbetty kepada Detik.com . KPR juga menyerukan diakhirinya diskriminasi di tempat kerja dan kuota 40% bagi perempuan di semua kantor publik.
Di Lampung, Sumatera Selatan, pekerja dari Serikat Pekerja Independen (MBS) memprotes kontrak kerja dan outsourcing dalam solidaritas dengan 53 pekerja diberhentikan oleh perusahaan lokal untuk menuntut upah yang lebih tinggi. MBS anggota Ani Herningsih mengatakan kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan meningkat di tempat kerjanya. "Kami menghadapi kesenjangan gender di bidang pendidikan dan remunerasi, belum lagi hak-hak normatif, seperti cuti haid dan ruang menyusui bagi ibu menyusui, perusahaan yang tidak memberikan", Herningsih mengatakan kepada Jakarta Post .

Peningkatan kekerasan

Para Pos melaporkan bahwa kelompok mahasiswa di ibukota provinsi Sulawesi Selatan Makassar diadakan beberapa aksi unjuk rasa yang diikuti oleh anggota Mahasiswa Islam Wanita 'Association (Kohati) dan Gerakan Anti Diskriminasi Rakyat. Para pengunjuk rasa mengkritik perlindungan lemah ditawarkan kepada perempuan, yang telah mengakibatkan peningkatan pelecehan, diskriminasi dan kekerasan, baik secara domestik maupun publik. Anggota Kohati mempresentasikan data dari Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menunjukkan peningkatan tajam dalam kekerasan terhadap perempuan.
Menurut Komnas Perempuan, 119.107 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi di 2011, naik 13% dari 2010. Komisi didokumentasikan 4335 kasus pelecehan seksual pada tahun 2011, dimana 2937 terjadi di ruang publik termasuk kendaraan angkutan umum. Komisi mencatat 1.751 kasus pelecehan seksual di ruang publik pada 2010.
Di Sumatera Utara ibukota Medan, Harian Orbit melaporkan demonstrasi oleh Depan Perjuangan Pembebasan Perempuan di Sumatera Utara daerah DPR. Juga mengambil tema kekerasan dan pelecehan seksual, koordinator aksi Jumeida mengatakan bahwa perempuan diperlakukan sebagai warga kelas dua, seperti yang ditunjukkan oleh kegagalan negara untuk menyediakan wanita dengan akses terhadap pekerjaan yang layak.
Kelompok tersebut juga mengecam larangan terbaru oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada anggota staf perempuan mengenakan "mengungkapkan" pakaian, mengatakan bahwa itu memberikan kesan bahwa apa yang wanita memakai mengundang tindakan kriminal. "Wanita [diri] ekspresi tidak harus dibatasi", katanya, menambahkan bahwa musuh perempuan adalah kaum kapitalis yang mencoba mengekang hak-hak perempuan. Koordinator aksi Nurlela Lamasitudju mengatakan kepada Berita Detik bahwa polisi sering mengambil kasus-kasus kejahatan kecil ke pengadilan, tetapi ketika korban adalah perempuan atau anak-anak, "Anehnya kasus tidak ditindaklanjuti".

Negara terlibat dalam pemerkosaan

Di Jakarta, aktivis dari FKP mengadakan unjuk rasa di depan Istana Negara pada tanggal 8 Maret dengan tema "adalah Negara terlibat dalam pemerkosaan terhadap perempuan", yang juga mengangkat isu kekerasan seksual terhadap perempuan di tempat kerja.
FKP juru bicara Iswarini mengatakan bahwa banyak pekerja perempuan menjadi korban kekerasan seksual di tempat kerja. "Beberapa mengatakan bahwa mereka harus tidur dengan atasan jika mereka ingin dipromosikan, atau bahkan ada beberapa yang celana diperiksa untuk membuktikan [jika mereka mengatakan] kebenaran ketika mereka meminta cuti haid", katanya kepada Republika Online .
Iswarini menjelaskan bahwa korban banyak yang takut untuk berbicara karena prasangka dari sistem dan bahwa jumlah sesungguhnya dari kasus pelecehan seksual di tempat kerja jauh lebih tinggi. "Ada banyak hal yang menyebabkan [budaya] diam di antara korban kekerasan seksual, termasuk kurangnya ketidakberpihakan dalam sistem hukum di Indonesia dan pandangan sosial kita yang masih menganggap korban pelecehan seksual sebagai barang tidak bermoral atau kotor", katanya .
Iswarini mengatakan bahwa korban diperkosa beberapa kali: oleh pelaku, masyarakat, rekan korban, agama, polisi, pengadilan dan media. Ia mengatakan ini menunjukkan kegagalan negara untuk melindungi perempuan, menyoroti definisi KUHP perkosaan sebagai tindakan tidak bermoral yang mengganggu tatanan sosial dan keamanan, bukan sebagai serangan terhadap integritas tubuh wanita. "Peraturan seperti ini mengabaikan pentingnya mekanisme perlindungan, pemulihan dan rehabilitasi para korban", kata Iswarini.

Mini-otak, bukan rok mini

Para FKP juga mengambil DPR rok mini larangan, salah satu spanduk di pembacaan protes, "Itu bukan rok yang mini, tapi otak Anda yang mini". "Orang masih memiliki pemikiran patriarkal, percaya bahwa jika seseorang memakai pakaian mengungkapkan mereka ingin diperkosa. Ini adalah pemikiran patriarkal yang harus terkena ", Iswarini mengatakan kepada kantor berita Antara .
Awal pekan ini, rumah tangga DPR urusan komite mengeluarkan peraturan melarang staf perempuan mengenakan pakaian yang terbuka, mengatakan bahwa tindakan itu diambil untuk mencegah perilaku tidak bermoral. Rumah pembicara Marzuki Alie, dari Presiden Yudhoyono Partai Demokrat yang berkuasa, mengatakan larangan itu akan membantu mencegah perkosaan di masyarakat luas. "DPR tidak berurusan dengan rok mini, tetapi kita tahu bahwa banyak kasus perkosaan dan kasus amoral terjadi karena perempuan berpakaian tidak tepat", katanya kepada 6 Maret Jakarta Globe . Rumah wakil pembicara Priyo Budi Santoso dari Partai Golkar setuju, mengatakan sekretaris anggota parlemen dan asisten tidak harus "berpakaian seperti mereka pergi ke mal".
Pernyataan Marzuki menggema yang dibuat oleh Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo akhir tahun lalu dalam menanggapi serangkaian pemerkosaan kekerasan terhadap penumpang perempuan pada kendaraan transportasi umum. Komentar Bowo yang menarik gelombang protes dari perempuan dan aktivis hak-hak untuk menasihati perempuan terhadap mengenakan "provokatif" pakaian di depan umum.
"Sampai hari ini ada perspektif bahwa tubuh perempuan adalah undangan untuk pelecehan seksual di masyarakat kita. Salah satu contoh konkret dari hal ini adalah pernyataan dari Marzuki Alie di rok mini, "kata Iswarini. "Ini bukan tubuh wanita yang bersalah ketika kasus pelecehan seksual terjadi. Kami ingin melihat masa depan di mana wanita bisa berjalan-jalan dalam keselamatan meskipun mereka memakai rok mini. "

Diskriminatif hukum

KRjogya.com melaporkan bahwa sejumlah perempuan dari Gerakan Perempuan Indonesia - sebuah aliansi kelompok-kelompok lokal - berkumpul di area parkir Abu Bakar di Jawa Tengah kota Yogyakarta sebelum berbaris ke kantor pos pusat menyerukan diakhirinya kekerasan seksual dan menentang pemerintah berencana untuk menaikkan harga BBM pada bulan April.
Koordinator aksi Fatum Ade mengatakan bahwa setiap tahun diperingati Hari Perempuan Internasioanl di banyak negara, termasuk Indonesia, tetapi wanita tetap tertindas dan ketidakadilan pengalaman. Dia menambahkan bahwa kualitas kehidupan perempuan semakin dibatasi oleh kebijakan pemerintah yang diskriminatif. "Perempuan adalah mereka yang paling rentan terhadap kekerasan dan ketidakadilan. Selain itu, kebijakan di sejumlah sektor, terutama tempat kerja, tidak memberikan dukungan apapun untuk wanita.Banyak perusahaan tidak mengizinkan berangkat menstruasi, kehamilan atau melahirkan. Pelecehan seksual di lingkungan kerja terus terjadi ", kata Ade.
"Kaum kapitalis mengambil keuntungan dari situasi untuk mendapatkan perempuan pekerja dengan upah rendah. Mereka juga rentan terhadap pemecatan karena perempuan tidak dianggap sebagai pencari nafkah utama ", Ade mengatakan kepada Suara Merdeka .
Menurut sebuah survei yang dirilis oleh Komnas Perempuan, diskriminasi resmi terhadap perempuan terus meningkat, terutama di pemerintah daerah. Komisi itu menemukan 207 kebijakan pemerintah setempat bahwa perempuan yang kurang beruntung pada tahun 2011, sebagian besar di atas nama agama dan moralitas, naik dari 154 pada tahun 2009.
Komisi mengatakan bahwa beberapa kebijakan secara terbuka diskriminatif, sementara yang lain merupakan diskriminasi tidak langsung oleh cenderung merugikan perempuan secara tidak proporsional. Lima puluh lima oleh-hukum kriminal perempuan melalui ketentuan seolah-olah dirancang untuk menangani prostitusi, pornografi dan "tidak bermoral" pertemuan antara orang-orang yang belum menikah dari lawan jenis. Ada juga 23 kebijakan yang melanggar hak hak perempuan atas ekspresi diri dengan mendiktekan mode pakaian.
Direct Action - 16 Maret 2012



Tidak ada komentar:

Posting Komentar